KNPI: Kerajaan Niat Pencitraan Internal
KNPI yang katanya rumah besar pemuda, kini lebih mirip ring tinju. Bedanya, di sini tidak ada wasit netral semua ingin jadi juara, tapi lupa tujuan awal pertandingan. Rebutan kursi ketua berubah jadi cabang olahraga baru: Lomba Sikut.
Para calon ketua memamerkan “visi” yang sebenarnya lebih cocok disebut visi misi pribadi. Bukan soal memajukan pemuda, tapi bagaimana memastikan diri duduk manis di kursi strategis. Pemuda tanpa orientasi ini berlomba-lomba bikin panggung agar terlihat gagah, meskipun gagahnya cuma di foto saat memegang mikrofon atau berdiri di depan banner raksasa bertuliskan “Musda KNPI”.
Ironis sekali. KNPI yang seharusnya inklusif membuka pintu untuk semua golongan pemuda malah berubah jadi klub eksklusif yang hanya menerima anggota sesuai aliran politik, geng, atau kedekatan dengan “yang punya kuasa”. Jika ada pemuda kreatif yang tak punya backing? Maaf, silakan berdiri di luar pagar, sambil nonton.
Yang paling menggelikan adalah cara mereka saling mengklaim sebagai “pemuda visioner”. Tapi jika ditanya apa program konkret untuk anak muda Palopo, jawabannya sering lebih kabur dari sinyal WiFi gratisan di taman kota. Sementara energi habis untuk lobi-lobi, framing citra, dan tentunya... saling menjatuhkan.
Kita yang menyaksikan pun bingung. Apakah KNPI ini organisasi kepemudaan, atau reality show bertema “Siapa Jadi Ketua”? Kalau ini memang ajang hiburan, setidaknya kasih subtitle: “Drama Politik Pemuda Palopo – Season Tak Pernah Habis.”
Toh, akhirnya publik mulai hafal pola mainnya:
Sebelum Musda: penuh slogan persatuan.
Saat Musda: penuh drama perebutan kekuasaan.
Setelah Musda: penuh selfie di ruangan pejabat.
KNPI Palopo perlu ingat, pemuda bukan sekadar penonton yang disuruh tepuk tangan saat elitenya rebutan kursi. Kalau semua sibuk memikirkan dominasi, lalu siapa yang memikirkan inklusi?
Ironisnya, banyak dari mereka yang bahkan belum jelas orientasi perjuangannya. Ingin memajukan pemuda? Bisa jadi. Tapi lebih sering yang terdengar adalah bisik-bisik tentang jabatan, proyek, dan akses kekuasaan. KNPI pun berubah dari singkatan Komite Nasional Pemuda Indonesia menjadi Kompetisi Nasional Pencari Influence.
Padahal, Palopo punya banyak potensi anak muda kreatif, inovatif, dan penuh semangat. Tapi potensi itu tenggelam di tengah panggung besar drama politik pemuda. KNPI akhirnya lebih sibuk mengurus perebutan “panggung” ketimbang membangun “jembatan” untuk semua.
Mungkin inilah waktunya kita bercermin. Kalau pemuda yang seharusnya jadi energi perubahan malah asik berputar-putar dalam lingkaran rebutan kursi, jangan salahkan jika publik melihat KNPI bukan lagi simbol persatuan, melainkan tontonan komedi politik yang tayang tanpa henti.
Dan seperti pepatah zaman now:
“Kalau mau mengabdi, bawa program. Kalau mau gengsi, bawa rombongan.”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar