Katanya jadi anggota DPR itu tugas negara yang mulia, bukan soal gaji. Tapi entah kenapa, gaji dan tunjangan mereka lebih mirip paket wisata eksklusif ketimbang bayaran kerja rakyat jelata. Bayangkan, ada tunjangan kehormatan. Loh, kalau sudah menyandang status "Yang Terhormat", bukankah seharusnya kehormatannya melekat di perilaku, bukan di slip gaji? Kalau ada yang masih ngegas di ruang rapat, tidur saat sidang, atau sibuk main HP pas rakyat lagi digusur, apa pantas itu dibayar? Seharusnya tunjangan kehormatan itu bisa cair hanya jika mereka berhasil menahan diri dari nge-joget TikTok di tengah sidang paripurna.
Tunjangan beras. Wah ini yang paling ajaib. Anggota DPR dapat tunjangan beras, padahal sejujurnya, banyak dari mereka lebih sering makan di restoran bintang lima daripada ngukus beras di dapur rumah. Mungkin lebih cocok kalau Sekretariat DPR menyiapkan stok beras jutaan ton di halaman Senayan, lalu tiap anggota DPR diwajibkan antre, bawa karung, rebutan, persis kayak warga miskin yang berebut bansos. Biar mereka merasakan adrenalin jadi rakyat yang katanya mereka wakili.
Belum lagi tunjangan komunikasi intensif. Konon biar mereka bisa komunikasi dengan rakyat. Tapi kenyataannya, nomor HP mereka lebih susah dihubungi daripada nomor undian berhadiah. Kalau rakyat nelpon, jawabannya "nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan nurani". Jadi sebenarnya tunjangan komunikasi intensif itu untuk apa? Buat paket data main Mobile Legends di ruang sidang? Atau pulsa buat video call ke kolega bisnis?
Kalau mau adil, saya punya usul. Tunjangan DPR harus berbasis perilaku. Kalau rajin hadir sidang tanpa absen tanda tangan titip, baru dapat tunjangan transport. Kalau berbicara dengan kalimat yang nyambung dengan isu rakyat, baru cair tunjangan komunikasi. Kalau tidak tidur di ruang sidang selama setahun penuh, baru boleh klaim tunjangan kehormatan. Dan kalau ada yang ketahuan nyuap, korupsi, atau minta jatah proyek, tunjangannya dipotong otomatis jadi... beras 5 kilo ala BLT.
Di negeri ini, rakyat antre minyak goreng, pupuk langka, dan harga beras naik. Sementara "Yang Terhormat" sibuk menambah daftar tunjangan. Kadang saya berpikir, mungkin kita salah kaprah. Mereka bukan wakil rakyat, tapi wakil tunjangan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar