Full width home advertisement

OPINI ACAK

JENAKA POS

Post Page Advertisement [Top]

Delapan puluh tahun Indonesia merdeka bukanlah sekadar angka. Ia adalah perjalanan panjang yang penuh luka, bangga, dan tanda tanya. Generasi yang merdeka di tahun 1945 mewariskan kepada kita bukan hanya sebuah negara, tetapi juga sebuah janji: janji untuk hidup setara, adil, dan bermartabat.

Namun, apa artinya merdeka di usia 80 ini? Apakah merdeka berarti sekadar upacara, lomba panjat pinang, atau parade bendera raksasa? Ataukah merdeka seharusnya kita maknai sebagai keberanian membongkar ketidakadilan, melawan korupsi, menjaga demokrasi, serta memastikan rakyat kecil tidak hanya jadi penonton dalam panggung pembangunan?

HUT ke-80 ini ibarat cermin besar: apakah kita sudah menua dengan bijak, atau justru bertambah umur tanpa bertambah dewasa? Di tengah gegap gempita perayaan, masih ada ironi: anak-anak putus sekolah, petani terhimpit harga, buruh diperas tenaga, lingkungan dikorbankan. Jika merdeka hanya dinikmati segelintir elit, maka janji 1945 tinggal jargon belaka.

Tapi tentu, harapan itu tetap ada. Usia 80 adalah fase matang: bangsa ini seharusnya sudah cukup dewasa untuk tidak terus-menerus terseret konflik remeh, hoaks murahan, dan politik transaksional. Kita layak menjadi bangsa yang percaya diri, adil, dan sejahtera.

Merdeka di usia 80 bukan soal seremonial, melainkan soal kesanggupan kita menjadikan Pancasila bukan sekadar hiasan dinding, tapi nafas dalam kebijakan dan perilaku. Dan jangan lupa: merdeka itu bukan hadiah, melainkan kerja kolektif yang harus terus dijaga.

Selamat ulang tahun, Indonesia. Semoga di usia 80 ini, engkau benar-benar merdeka—bukan hanya dari penjajahan asing, tapi juga dari kebodohan, keserakahan, dan pengkhianatan anak-anakmu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]