Full width home advertisement

OPINI ACAK

JENAKA POS

Post Page Advertisement [Top]

Indonesia baru saja merayakan ulang tahun. Biasanya, kado ulang tahun itu berupa tumpeng, doa, atau paling tidak janji manis yang bikin rakyat masih mau bersabar. Tapi tahun ini, kado yang jatuh dari langit justru lebih mahal dari meteor: gaji anggota DPR naik, konon 3 juta per hari. Tepuk tangan! Sementara rakyat disuguhi tontonan anggota dewan berjoget ria di kantornya. Katanya untuk hiburan, tapi lebih mirip tarian kemenangan di atas perut rakyat yang keroncongan.

Mari kita sandingkan. Harga beras di Sulawesi Selatan tembus ke titik tertinggi, padahal daerah ini dikenal sebagai lumbung padi. Aneh, bukan? Seperti punya sumur di halaman sendiri tapi tetap antre galon di pinggir jalan. Sementara rakyat bingung mengatur uang belanja, wakil rakyat justru bingung memilih irama musik apa yang cocok buat berjoget setelah menerima slip gaji baru.

Data kemiskinan masih setia menemani. Menurut laporan resmi, sekitar 9–10% rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Itu jutaan orang yang setiap harinya berjuang dengan uang belanja tak lebih dari harga segelas kopi di kafe ibu kota. Ironisnya, di gedung parlemen, uang segitu mungkin hanya cukup untuk tips parkir.

Apakah ada yang salah dengan logika negara ini? Mari kita hitung. Kalau benar gaji DPR naik 3 juta per hari, maka dalam sebulan mereka bisa membeli beras sebanyak satu kontainer. Sementara di kampung, seorang ibu hanya bisa menatap kantong beras yang makin menipis sambil menakar: masak setengah liter beras hari ini atau simpan untuk besok?

Satire terbesar dari ulang tahun republik ini adalah anomali moral. Kita diajak merayakan kemerdekaan dengan lagu dan bendera, tapi nyatanya masih terjajah oleh kebijakan yang tidak adil. Joget wakil rakyat jadi simbol: tubuh mereka ringan melayang, tapi beban rakyat makin berat menunduk.

Lebih parahnya lagi, kenaikan gaji ini selalu dibungkus alasan klasik: “untuk meningkatkan kinerja.” Seakan-akan dengan uang tambahan, pikiran mereka otomatis lebih jernih dan hati mereka tiba-tiba peduli. Padahal, kalau melihat rekam jejak sidang yang sepi, rancangan undang-undang yang serampangan, serta pesta politik lima tahunan yang penuh dagelan, rakyat bisa bertanya: apa kinerja yang sebenarnya meningkat? Joget?

Rakyat di Sulsel mungkin tidak peduli dengan tarian TikTok ala DPR. Yang mereka peduli hanya satu: beras murah di meja makan. Karena bagi rakyat, kemerdekaan bukan soal upacara megah atau pidato panjang, tapi soal bisa makan tanpa harus berhutang.

Maka kado ulang tahun republik ini jelas pahit: kemiskinan tetap bertahan, harga beras melonjak, sementara gaji DPR melompat. Jika republik ini sebuah panggung, maka rakyat adalah penonton yang dipaksa bayar tiket mahal untuk menyaksikan wakilnya berjoget tanpa rasa malu.

Selamat ulang tahun, Indonesia. Semoga tahun depan kita tidak lagi diberi hadiah berupa tarian di atas penderitaan. Kalau pun harus ada musik, biarlah itu musik dari perut rakyat yang kenyang, bukan dentuman bas dari pesta gedung parlemen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]