“Walikota Maya: Bocornya Dunia Mimpi”
Awalnya semua berjalan baik. Siang hari, Kota Maya rapi di bawah kepemimpinan Ibu Siti. Malam hari, warga bebas bersenang-senang di dunia mimpi bersama Walikota Pak Darmo.
Namun entah bagaimana, batas antara dunia nyata dan mimpi mulai kabur.
Kejadian Pertama:
Pagi-pagi, petugas kelurahan datang rapat tapi menemukan ruang sidang penuh kapas putih. Ternyata atapnya berubah jadi awan. Begitu disentuh, awan itu memercikkan hujan permen karet. Semua staf menggembung pipinya sepanjang rapat.
Kejadian Kedua:
Pasar tradisional tiba-tiba punya eskalator pelangi yang berputar-putar tanpa tujuan. Pedagang sayur jadi pusing tujuh keliling, tapi pembeli justru senang karena katanya “lebih estetik.”
Kejadian Ketiga:
Jam kerja kantor pemerintahan mendadak berubah: buka pukul 13.00, tutup pukul 14.00—karena “wajib tidur siang nasional” pukul 14.01 untuk sinkronisasi kebijakan mimpi.
Ibu Siti mulai khawatir.
“Mas, ini sudah berlebihan. Dunia nyata jadi kacau.”
Tapi Pak Darmo santai.
“Bu, ini justru inovasi! Kalau dunia nyata dan dunia mimpi bersatu, kita hemat waktu. Semua pembangunan bisa selesai dalam tidur!”
Dan benar saja—proyek jalan tol yang biasanya butuh 2 tahun, di dunia mimpi selesai dalam 2 malam. Sayangnya, begitu pagi tiba, jalan itu menghilang, digantikan sawah warga.
Warga pun terbagi:
Pro-Mimpi: Mereka ingin semua urusan negara dibawa ke dunia mimpi, karena lebih cepat dan penuh warna.
Pro-Nyata: Mereka takut pajak dipakai membeli bantal dan selimut, bukan membangun fasilitas umum.
Akhirnya, rapat akbar diadakan di tengah lapangan kota. Semua warga hadir, sambil duduk di kursi goyang yang tiba-tiba muncul dari kabut.
Keputusan pun diambil: Kota Maya akan tetap punya dua walikota, tapi setiap kebijakan mimpi harus lewat “Filter Realitas” Ibu Siti. Artinya, ide seperti “jalan tol pelangi” akan diterjemahkan jadi “trotoar bagus dengan lampu warna-warni.”
Meski begitu, kadang-kadang ada kebocoran tak sengaja. Misalnya, kemarin malam semua warga bermimpi makan durian gratis, dan besok paginya… pasar penuh durian jatuh dari langit.
Dan begitulah… Kota Maya hidup damai—dengan sedikit kekacauan manis—di bawah dua pemimpin yang unik:
Walikota Nyata yang realistis.
Walikota Mimpi yang kreatif… dan kadang berlebihan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar