Full width home advertisement

OPINI ACAK

JENAKA POS

Post Page Advertisement [Top]

Ahmad Sahroni bilang, orang yang minta DPR dibubarkan itu “orang tolol sedunia”. Alasannya sederhana: kalau DPR bubar, siapa yang urus rakyat? Pertanyaan ini sebenarnya sudah terjawab lama oleh rakyat sendiri: memangnya DPR pernah benar-benar ngurus rakyat?

Mari kita periksa. Saat harga beras naik, DPR sibuk ngurus study banding ke luar negeri. Saat masyarakat antre minyak goreng. Saat rakyat berdebat soal anak putus sekolah, Anggota DPR kemana?. Jadi, kalau DPR bubar, apa yang hilang? Paling cuma hilang acara rapat paripurna yang isinya lebih banyak absen ketimbang hadir.

Sahroni bilang membubarkan DPR itu ide tolol. Tapi yang lebih tolol adalah ketika rakyat tiap lima tahun ngantri panjang di TPS, demi memilih orang yang ternyata nanti lebih cinta kursi ketimbang kursi sekolah anak-anak di desa. Kalau rakyat dibilang tolol karena kritik, maka DPR pantas dibilang genius—genius dalam hal menjaga kantong dan jatah tunjangan.

Mari kita bikin analogi sederhana. Bayangkan ada warung makan. Rakyat datang, bayar penuh, bahkan ada yang ngutang buat bayar pajak. Tapi tiap pesan nasi goreng, yang keluar malah nota pembayaran studi banding ke Swiss. Begitu protes, tukang warung bilang: “Kalau warung ini tutup, kalian makan di mana?” Padahal selama ini rakyat juga yang masak di rumah sendiri. Nah, warung itu apa bedanya dengan DPR?

Kalau benar DPR takut rakyat jadi tolol massal karena ide bubar, justru itu prestasi. Berarti rakyat sudah kompak berpikir. Dan biasanya, kalau rakyat sudah kompak, yang tolol malah bukan rakyat, tapi yang duduk manis di kursi empuk sambil menuding-nuding rakyat dari podium.

Sebenarnya, DPR tak perlu panik kalau wacana bubar muncul. Rakyat cuma ingin DPR serius kerja. Sebab selama ini DPR lebih mirip event organizer ketimbang lembaga negara: sibuk bikin rapat, bikin acara, bikin headline, tapi jarang bikin solusi. Rakyat lapar, DPR kenyang. Rakyat ngutang, DPR naik gaji. Rakyat banjir, DPR liburan.

Jadi kalau hari ini ada rakyat teriak “bubarkan DPR”, itu bukan tolol. Itu suara frustasi. Tolol itu kalau rakyat diam saja, membiarkan orang-orang terhormat itu terus-terusan hidup di atas penderitaan orang banyak.

Maka, biarlah Sahroni merasa pintar dengan menyebut rakyat tolol. Sebab dalam sejarah negeri ini, orang yang merasa paling pintar biasanya justru sedang mempertahankan sesuatu yang bodoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]