Full width home advertisement

OPINI ACAK

JENAKA POS

Post Page Advertisement [Top]

Sekitar tahun 2009 hingga 2011, saya pernah mengemban tugas kecil tapi berkesan: menjadi kurir pengantar surat tagihan pajak kendaraan di wilayah Luwu Raya. Ribuan lembar surat dari samsat provinsi saya antarkan ke berbagai rumah dan kantor. Dari tumpukan surat itu, saya menemukan sesuatu yang menggelitik nurani, banyak surat ditujukan kepada kendaraan berplat merah, milik instansi pemerintah sendiri. Artinya, bahkan pemerintah sebagai penegak pajak belum tentu taat pada kewajibannya sendiri.

Dua dekade berlalu, dan ironi itu belum sirna. Tahun 2025, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulawesi Selatan mencatat ada sekitar 1,6 juta kendaraan bermotor di Sulsel yang menunggak pajak, dengan potensi kehilangan pendapatan daerah sekitar Rp 500–600 miliar (Detik.com, 7 Maret 2025). Di antara jutaan itu, ratusan adalah kendaraan dinas berplat merah milik pemerintah kabupaten dan kota yang belum membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

Masalahnya bahkan telah diakui di tingkat pemerintahan sendiri. Pada Maret 2025, Bupati Sidrap memerintahkan pengumpulan seluruh kendaraan dinas (randis) untuk memeriksa status pajaknya, setelah Bapenda Sulsel menemukan masih ada tunggakan dari kendaraan milik instansi daerah (Bapenda Sulsel, 13 Maret 2025). Sementara di Kabupaten Takalar, Samsat setempat menyerahkan data tunggakan pajak kendaraan dinas ke Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) untuk ditindaklanjuti (Bapenda Sulsel, 23 Agustus 2024). Bahkan di level kepala daerah, kasus serupa muncul: mobil dinas Wali Kota Parepare sempat menunggak pajak senilai Rp 4,5 juta akibat perubahan administrasi nomor polisi (Detik.com, 2 September 2024).

Jika kendaraan dinas saja lalai membayar pajak, maka bagaimana mungkin rakyat dan ASN diminta menjadi teladan kepatuhan fiskal?

***

Di Palopo, kebijakan terbaru Wali Kota melalui Surat Edaran yang memerintahkan ASN agar menunaikan kewajiban pajak kendaraan pribadi tampak seperti kebijakan yang benar pada permukaan. Ia menunjukkan semangat disiplin dan komitmen terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun jika kita tengok lebih dalam, kebijakan ini menyimpan ironi yang sama: pemerintah sedang menegur bayangannya sendiri.

Dalam banyak kasus di daerah, termasuk Palopo, kendaraan dinas sering dikuasai secara pribadi oleh ASN, bahkan setelah mereka dimutasi atau pensiun. Akibatnya, kendaraan itu tetap tercatat dalam neraca aset pemerintah, tetapi tidak terurus pajaknya selama bertahun-tahun. Temuan seperti ini bukan dugaan semata.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Sulsel atas LKPD Kota Palopo Tahun 2024, auditor mencatat ketidaktertiban pembaruan data aset dan status kendaraan dinas, serta lemahnya penatausahaan aset tetap. BPK juga menyoroti bahwa data wajib pajak kendaraan di Palopo belum mutakhir dan sebagian belum tercatat dalam sistem pendapatan daerah (BPK Perwakilan Sulsel, 2024). Artinya, sebelum menegur ASN agar membayar pajak pribadi, pemerintah daerah seharusnya lebih dulu menertibkan administrasi kendaraan dinasnya sendiri.

Lebih ironis lagi, pada saat Samsat Palopo gencar melakukan operasi penertiban wajib pajak di jalan (Operasi Tempel-Tempel, Bapenda Sulsel, 2024), sebagian kendaraan pemerintah sendiri belum tentu bersih dari tunggakan. Ketika pemerintah memegang tongkat penegakan, tetapi lupa memeriksa kakinya sendiri, kepercayaan publik mudah goyah.

---
Masalah ini bukan semata administratif, tapi menyentuh inti legitimasi kekuasaan publik. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 3 ayat (1), menegaskan bahwa setiap pemilik kendaraan bermotor, termasuk instansi pemerintah, wajib membayar pajak kendaraan bermotor. Tidak ada pasal yang mengecualikan plat merah.

Artinya, ketika kendaraan dinas dibiarkan menunggak pajak, pemerintah daerah telah melanggar kewajiban fiskalnya sendiri.
Lebih jauh, mereka kehilangan moral untuk menuntut kepatuhan dari rakyatnya.

Dalam konteks tata kelola publik, fenomena ini dikenal sebagai governance paradox — ketika negara menuntut kepatuhan publik tanpa memberi keteladanan kelembagaan. Birokrasi seolah menjadi dua wajah: wajah penagih dan wajah penunggak.

Kita tentu sepakat bahwa ASN wajib membayar pajak kendaraan pribadinya. Tapi kebijakan publik yang adil adalah kebijakan yang dimulai dari introspeksi. Jika ingin menegakkan disiplin pajak, maka pembersihan moral harus dimulai dari garasi kantor pemerintahan sendiri.

BACA JUGA :

---

Sejarah pajak di Indonesia selalu menjadi cermin relasi antara rakyat dan kekuasaan. Pada masa kolonial, pajak adalah simbol penindasan. Pada masa republik, pajak seharusnya menjadi simbol partisipasi — rakyat membayar karena percaya. Tapi kepercayaan itu hanya bisa tumbuh bila pemerintah juga menunjukkan integritas fiskal.

Ketika rakyat melihat mobil dinas pemerintah menunggak pajak, sementara aparat penegak memaksa warga membayar, pesan yang muncul adalah ketimpangan moral: negara minta uang, tapi lupa bercermin.

Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menegur pemerintah daerah di Sulawesi Selatan pada 2019 karena ribuan kendaraan dinas belum melunasi pajaknya, dengan nilai tunggakan lebih dari Rp 1 miliar untuk sekitar 5.000 unit kendaraan (Bapenda Sulsel, 2 Mei 2019). Fakta itu memperkuat bahwa persoalan ini bukan baru, tetapi berulang karena akar moralnya belum disentuh.

---
Kritik tanpa solusi hanyalah sinisme. Karena itu, untuk menjadikan pajak kendaraan sebagai instrumen keteladanan fiskal, ada beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah daerah, terutama Kota Palopo.

1. Audit dan Publikasi Data Kendaraan Dinas

BPK dan Bapenda perlu bekerja sama melakukan audit publik terhadap seluruh kendaraan dinas — memverifikasi mana yang masih aktif, siapa yang menguasai, dan berapa yang menunggak pajak. Hasilnya harus dipublikasikan secara terbuka, sebagaimana amanat keterbukaan informasi publik.

Langkah ini bukan untuk mempermalukan, tetapi membangun kepercayaan publik bahwa pemerintah bersih di rumahnya sendiri.

2. Penertiban Kendaraan Dinas yang Dikuasai Pribadi

Pemkot Palopo perlu melakukan recall kendaraan dinas yang masih dikuasai oleh ASN di luar jabatan aktif. Kendaraan yang sudah tidak sesuai peruntukan harus dikembalikan agar pajaknya ditanggung pemerintah, bukan dibiarkan menunggak atas nama instansi.

Kedisiplinan struktural ini akan menjadi contoh moral bagi ASN lainnya.

3. Integrasi Data Pajak dan Aset

Laporan BPK Sulsel menunjukkan lemahnya sinkronisasi data aset di Palopo. Maka langkah logis berikutnya adalah digitalisasi terpadu antara BPKAD, Bapenda, dan Samsat, sehingga setiap kendaraan dinas terpantau status pajaknya secara real-time.
Inovasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tapi juga meminimalkan celah korupsi aset dan kebocoran PAD.

4. Keteladanan dari Puncak

Tidak ada kebijakan yang lebih kuat dari teladan. Jika setiap kepala OPD memastikan kendaraan dinasnya tertib pajak dan diumumkan secara terbuka, maka ASN dan masyarakat akan ikut tanpa perlu paksaan. Pajak bukan lagi sekadar kewajiban, tetapi ekspresi tanggung jawab sosial terhadap kota sendiri.

---
Surat Edaran Wali Kota Palopo tentang kepatuhan ASN membayar pajak kendaraan bukan langkah keliru, tapi langkah yang belum lengkap. Ia harus disertai cermin yang jujur: sudahkah pemerintah menjadi pembayar pajak yang baik?

Kepatuhan fiskal adalah cermin martabat pemerintahan. Kalau negara tidak mampu menertibkan kendaraan dinasnya, bagaimana ia bisa menuntut warganya patuh?
Kalau ASN diseru membayar pajak pribadi, sementara kendaraan plat merah dibiarkan menunggak, di mana letak keadilan moralnya?

Reformasi sering dimulai dari hal kecil seperti membayar pajak kendaraan, tapi dampaknya besar bila dilakukan dengan kejujuran. Karena pada akhirnya, keteladanan fiskal bukan tentang uang yang disetor ke kas daerah, melainkan tentang integritas yang disetor ke hati rakyat.

---
Referensi

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulsel, “Bupati Sidrap Kumpulkan Kendaraan Dinas untuk Cek Tunggakan Pajak,” 13 Maret 2025.

Bapenda Sulsel, “Samsat Sampaikan Tunggakan Pajak Kendaraan ke Pemkab Takalar,” 23 Agustus 2024.

Bapenda Sulsel, “KPK Minta Pemda Lunasi Tunggakan Pajaknya,” 2 Mei 2019.

Detik.com, “Bapenda Sulsel Ungkap 1,6 Juta Kendaraan Nunggak Pajak Rp 600 Miliar,” 7 Maret 2025.

Detik.com, “Mobil Dinas Wali Kota Parepare Nunggak Pajak Rp 4,5 Juta,” 2 September 2024.

LHP BPK Perwakilan Sulsel atas LKPD Kota Palopo Tahun 2024.

UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]